
JAKARTA – Tim Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali berhasil mengidentifikasi serta mendeskripsikan spesies baru cecak jarilengkung (genus Cyrtodactylus) yang berasal dari Jawa Timur. Spesies ini diberi nama C. pecelmadiun, terinspirasi dari kuliner khas daerah tersebut, yaitu pecel Madiun. Nama tersebut dipilih karena cecak ini ditemukan di sekitar wilayah Madiun, tepatnya di Maospati dan Mojokerto.
Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Awal Riyanto, menjelaskan bahwa spesies ini ditemukan di lingkungan perkotaan, seperti di sekitar tanggul jembatan, tumpukan genteng, serta kebun di permukiman desa. Ia juga mengungkapkan bahwa pemilihan nama C. pecelmadiun merupakan bentuk penghargaan terhadap kekayaan kuliner Nusantara, sekaligus merepresentasikan daerah asal ditemukannya spesies tersebut.
“Para peneliti ingin mengenalkan ragam kuliner Nusantara melalui dunia sains, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya dalam deskripsi C. papeda dari Pulau Obi dan C. tehetehe dari Kepulauan Derawan,” ujar Awal, Kamis (13/3/2025).
Secara morfologi, C. pecelmadiun memiliki warna dasar cokelat kehitaman. Cecak berjenis kelamin jantan dewasa memiliki panjang tubuh (Snout-Vent Length/SVL) hingga 67,2 mm, sementara betina mencapai 59,0 mm. Spesies ini memiliki 18–20 baris tuberkular dorsal yang tidak teratur di bagian tengah tubuh, yaitu 26–28 baris tuberkular antara ketiak dan selangkangan, serta 28–34 baris sisik perut. Pada individu jantan, terdapat ceruk precloacal dengan 32–37 pori precloacofemoral, sementara bagian subkaudalnya tidak memiliki sisik lebar.
“Kami mengamati bahwa C. pecelmadiun cenderung sebagai spesies generalis dalam hal habitat. Spesies ini ditemukan tidak lebih dari 40 cm di atas permukaan tanah, di berbagai lingkungan yang dekat dengan aktivitas manusia,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Cecak jarilengkung Jawa atau Cyrtodactylus marmoratus merupakan spesies yang pertama yang telah dideskripsi oleh Gray (1831), berdasarkan spesimen yang dikoleksi Heinrich Kuhl dan Johan Conrad van Hasselt. Saat ini, cecak jarilengkung itu tersimpan di Museum Naturalis, Belanda. Setelah 84 tahun berselang, de Rooij (1915) melaporkan keberadaan C. fumosus yang dideskripsi oleh Müller (1895), dan kemudian dikonfirmasi oleh Brongersma (1934).
Seiring perkembangan penelitian, beberapa spesies baru dari Jawa telah dideskripsi, antara lain C. semiadii (2014), C. petani (2015), C. klakahensis (2016), dan C. belanegara (2024). Namun, Mecke et al. (2016) menemukan bahwa populasi C. fumosus di Jawa sebenarnya merupakan variasi dari C. marmoratus. Riyanto et al. (2020) juga mensinonimkan C. klakahensis sebagai C. petani berdasarkan taksonomi integratif.
Secara filogenetik, C. pecelmadiun berkerabat dekat dengan C. petani, dengan jarak genetik 0,1–1,6%. Spesies ini menjadi bukti kedua keberadaan grup darmandvillei di Jawa setelah C. petani, grup ini melimpah di kawasan Sunda Kecil. Secara keseluruhan, Cyrtodactylus di Jawa terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu grup darmandvillei dan marmoratus, yang keduanya merupakan kompleks spesies. Kondisi ini semakin mendorong eksplorasi lebih lanjut untuk mengungkap keragaman tersembunyi (hidden diversity) dari Cyrtodactylus di Jawa. (red)