Rabu, September 3, 2025
BerandaBantenCuaca Jadi Tantangan, Mahasiswa UNIBA Hadirkan DRYTIK untuk UMKM Batik 786

Cuaca Jadi Tantangan, Mahasiswa UNIBA Hadirkan DRYTIK untuk UMKM Batik 786

Batik telah lama menjadi warisan budaya sekaligus penopang perekonomian masyarakat Indonesia. Di Desa Kolelet Wetan, UMKM 786 Batikna Urang Banten menjadi salah satu motor penggerak ekonomi kreatif yang terus menjaga eksistensi batik khas Lebak.

Namun, dalam proses produksinya, pelaku usaha batik masih menghadapi kendala teknis, khususnya pada tahap pengeringan kain. Selama ini, pengeringan batik masih bergantung sepenuhnya pada sinar matahari. Ketika musim hujan atau cuaca mendung, proses pengeringan tidak maksimal, bahkan berisiko menurunkan kualitas warna kain.

Akibatnya, distribusi produk ke konsumen kerap terhambat dan berdampak pada daya saing UMKM di tengah pasar yang semakin kompetitif. “Kalau cuaca tidak mendukung, kain bisa berhari-hari tidak kering. Akibatnya warna bisa memudar, berbau apek, dan distribusi ke konsumen tertunda,” ujar Abdul Wahid, pemilik Batik 786.

Kondisi ini bukan hanya menurunkan kualitas produk, tetapi juga berpotensi mengurangi daya saing UMKM batik di pasar. Apalagi, di era industri kreatif saat ini, konsistensi produksi menjadi salah satu kunci agar usaha mampu bertahan.

Melihat permasalahan tersebut, mahasiswa Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) 56 Universitas Bina Bangsa menghadirkan solusi melalui penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) berupa mesin pengering batik bernama DRYTIK (Dry Batik). Alat ini dirancang menyerupai lemari pengering yang memanfaatkan kombinasi pemanas listrik (heater) dan kipas angin untuk menghasilkan sirkulasi udara panas secara merata di ruang tertutup.

Dengan inovasi ini, proses pengeringan batik tidak lagi tergantung pada cuaca, lebih higienis, serta mampu menjaga kualitas warna dan tekstur kain. Kehadiran DRYTIK diharapkan dapat meningkatkan produktivitas UMKM, mempercepat distribusi produk, dan mendukung keberlanjutan ekonomi kreatif di Desa Kolelet Wetan.

“Mesin ini bisa mempercepat proses pengeringan kain batik, meskipun cuaca tidak menentu. Harapannya, pelaku UMKM seperti Batik 786 bisa lebih produktif dan tidak lagi terganggu oleh musim hujan,” jelas Faris, salah satu mahasiswa KKM UNIBA.

Meski masih memiliki keterbatasan, seperti kapasitas hanya 2–3 helai kain sekali jalan dan ketergantungan pada listrik, inovasi ini dianggap langkah maju dalam upaya membantu UMKM batik keluar dari ketergantungan pada alam.

Ke depan, mesin DRYTIK diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi Batik 786, tetapi juga bisa direplikasi oleh UMKM lain di wilayah Lebak maupun Banten secara umum. Selain itu, teknologi ini berpotensi dikembangkan menggunakan energi alternatif seperti panel surya agar lebih ramah lingkungan dan hemat biaya.

“Batik adalah identitas budaya sekaligus sumber penghidupan. Melalui inovasi ini, kami berharap batik lokal bisa semakin berkembang dan bersaing, bukan hanya di pasar lokal tetapi juga nasional bahkan internasional,” tutup Abdul Wahid penuh optimisme.

Berita Terkait
- Advertisment -
jasa pembuatan website

Terbaru