Rabu, September 3, 2025
BerandaBantenKemiskinan di Banten Turun Tipis, Tantangan Pemerataan Masih Berat

Kemiskinan di Banten Turun Tipis, Tantangan Pemerataan Masih Berat

Angka kemiskinan di Provinsi Banten mengalami penurunan tipis berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025. Meski menunjukkan tren positif, jumlah penduduk miskin yang masih mencapai ratusan ribu jiwa menjadi tantangan serius yang memerlukan penanganan komprehensif.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Banten tercatat 745.000 jiwa atau 6,35% dari total populasi. Angka ini turun sekitar 16.000 jiwa dibandingkan Maret 2024 yang berada di level 6,53%. Meski demikian, persentase kemiskinan Banten masih sedikit di atas rata-rata nasional yang berada di kisaran 6,10% pada periode yang sama.

Tren penurunan angka kemiskinan di Banten berlangsung bertahap dalam beberapa tahun terakhir, yang mencerminkan dampak pemulihan ekonomi pasca pandemi serta berbagai program bantuan sosial yang digulirkan pemerintah.

Pengamat sosial dari Universitas Bina Bangsa, Endayani, menilai pencapaian ini patut diapresiasi, namun belum cukup untuk mengubah kondisi kemiskinan secara signifikan. “Masih banyak wilayah di Banten yang tertinggal secara ekonomi, sehingga kemiskinan tetap menjadi persoalan struktural yang kompleks,” ujarnya.

Faktor Penyebab Kemiskinan

Menurut Endayani, ada sejumlah faktor kunci yang mempengaruhi tingginya kemiskinan di Banten:

1. Ketimpangan Ekonomi Regional: Pembangunan terkonsentrasi di wilayah barat (Tangerang Raya, Cilegon) yang padat industri. Sementara wilayah timur dan selatan (Pandeglang, Lebak, sebagian Serang) tertinggal dengan akses terbatas ke lapangan kerja formal dan infrastruktur dasar.

2. Kualitas Tenaga Kerja & Pengangguran: Meski memiliki angka pengangguran terbuka (TPT) yang relatif rendah (sekitar 5,5%), masalah utama adalah underemployment (pekerja tidak penuh) dan rendahnya keterampilan tenaga kerja di sektor informal. Banyak penduduk hanya bekerja serabutan dengan upah rendah.

3. Ketergantungan Sektor Informal: Perekonomian Banten banyak ditopang sektor informal (perdagangan kecil, jasa, pertanian tradisional) yang rentan terhadap guncangan ekonomi dan memberikan pendapatan tidak stabil.

4. Inflasi & Harga Pangan: Kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama beras dan bahan pangan lainnya, sangat memberatkan rumah tangga berpendapatan rendah. Daya beli mereka mudah tergerus inflasi.

5. Akses Pendidikan & Kesehatan Terbatas: Di daerah tertinggal, akses terhadap pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan dasar masih menjadi kendala, menghambat mobilitas sosial dan meningkatkan kerentanan.

Endayani menekankan bahwa pengentasan kemiskinan di Banten membutuhkan strategi multidimensi dan kolaborasi lintas pihak. Beberapa langkah prioritas yang ia usulkan antara lain:

1. Pemerataan Pembangunan & Investasi:

  • Fokus pada pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, air bersih, internet) di wilayah timur dan selatan (Pandeglang, Lebak).
  • Mendorong investasi di luar kawasan industri Tangerang-Cilegon, terutama di sektor pariwisata (potensi alam Lebak, Pandeglang), pertanian modern, dan perikanan tangkap/budidaya.
  • Pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) atau kawasan industri baru di wilayah timur.

2. Peningkatan Kualitas SDM & Penciptaan Lapangan Kerja Berkualitas:

  • Revolusi Pelatihan Vokasi: Menyelaraskan program pelatihan keterampilan (BLK, Kartu Prakerja) dengan kebutuhan industri riil di Banten, baik industri manufaktur maupun sektor potensial baru (digital, pariwisata, agroindustri).
  • Pendidikan Dasar & Menengah Berkualitas: Memperbaiki fasilitas dan kualitas guru, terutama di daerah tertinggal. Mendorong pendidikan kejuruan yang relevan.
  • Dukungan UMKM & Kewirausahaan: Mempermudah akses permodalan (KUR, dana bergulir daerah), pelatihan manajemen dan pemasaran digital, serta fasilitasi pemasaran produk lokal.

3. Penguatan Sektor Pertanian & Perikanan:

  • Modernisasi pertanian (teknologi, irigasi, benih unggul) dan peningkatan rantai pasok untuk komoditas unggulan Banten.
  • Pengembangan agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian/perikanan lokal.

4. Perlindungan Sosial yang Tepat Sasaran & Responsif:

  • Data Terpadu: Memperkuat Basis Data Terpadu (BDT) untuk memastikan bantuan sosial (PKH, BPNT, Bansos lainnya) tepat sasaran kepada yang paling membutuhkan.
  • Adaptif terhadap Inflasi: Meningkatkan nilai bantuan atau frekuensi penyaluran saat terjadi lonjakan harga pangan yang signifikan.
  • Jaminan Kesehatan Semesta: Memastikan seluruh masyarakat miskin dan rentan terdaftar dan memiliki akses mudah ke layanan JKN/KIS.

5. Penanganan Stunting & Akses Kesehatan Dasar:

  • Intensifikasi program pencegahan stunting melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif di kabupaten dengan prevalensi tinggi.
  • Peningkatan jumlah, kualitas, dan pemerataan fasilitas kesehatan (Puskesmas, Posyandu) di daerah pelosok.

“Penurunan angka kemiskinan di Banten adalah kabar baik, tetapi perjalanan untuk mengentaskan ratusan ribu warganya dari kemiskinan masih panjang. Kunci keberhasilan terletak pada komitmen kuat untuk pemerataan pembangunan, peningkatan kualitas SDM, penciptaan lapangan kerja bernilai tambah di luar sektor informal, dan sistem perlindungan sosial yang tangguh. Tanpa langkah strategis dan terkoordinasi, Banten berisiko stagnan dalam perang melawan kemiskinan, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini tertinggal,” pungkasnya.

Berita Terkait
- Advertisment -
jasa pembuatan website

Terbaru