
Pandeglang – Sebanyak 12 objek di Kabupaten Pandeglang telah resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan klasifikasi peringkat yang berbeda, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional. Penetapan tersebut berlangsung secara bertahap sejak tahun 2010 hingga 2018 melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh instansi terkait.
Beberapa objek yang menonjol antara lain Pendopo Kabupaten yang masuk dalam kategori Cagar Budaya tingkat kabupaten, Batu Ranjang yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya tingkat provinsi, serta Batu Tulis Muncul yang telah diakui secara nasional.
Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Pandeglang, Heryana, mengungkapkan bahwa pihaknya masih menghadapi tantangan dalam hal perawatan, terutama berkaitan dengan keterbatasan anggaran dan tenaga pelaksana. Saat ini, pemeliharaan hanya bisa dilakukan pada aspek dasar seperti kebersihan dan perawatan ringan.
Akibat keterbatasan tersebut, Disparbud melibatkan warga sekitar sebagai penjaga pelihara atau penjepel. Para penjepel ini merupakan gabungan dari masyarakat dan aparatur desa, yang bertugas menjaga kondisi fisik cagar budaya, meski saat ini mereka tidak lagi menerima honor rutin seperti sebelumnya.
“Kendala terbesar kami saat ini adalah keterbatasan anggaran. Perbaikan fisik beberapa cagar budaya, seperti Balai Budaya dan situs Menes, memerlukan biaya yang cukup besar karena adanya kerusakan struktural pada beberapa bagian bangunan,” ucap Heryana, Kamis (5/6/2025).
Ia menambahkan, sebagian besar cagar budaya masih dalam kondisi layak, namun tanpa perawatan berkala, kerusakan bisa semakin meluas. Untuk itu, pemerintah daerah tengah mendorong pembentukan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) pada tahun mendatang.
Tim ini nantinya akan berfungsi untuk melakukan penilaian dan memberikan rekomendasi terhadap objek-objek yang diduga sebagai cagar budaya agar bisa ditetapkan secara resmi sesuai peraturan yang berlaku. TACB harus diisi oleh individu yang memiliki sertifikasi di bidang pelestarian budaya, baik dari kalangan akademisi, instansi pemerintah, maupun komunitas pelestari budaya.
“Harapan kami, dengan terbentuknya tim Cagar Budaya, maka penetapan terhadap objek-objek yang selama ini masih berstatus ODCB bisa segera dilakukan. Minimal setiap tahun ada progres meskipun tidak banyak. Yang penting ada langkah nyata untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya daerah,” katanya.
Upaya pelestarian ini dinilai penting tidak hanya karena nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, tetapi juga karena potensi besar yang bisa dikembangkan dalam bidang pendidikan serta sektor pariwisata lokal. (red)