
Jakarta – Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI menyampaikan kekecewaannya terhadap pelaksanaan layanan transportasi bagi jemaah yang menuju Arafah, karena dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Ketua Komisi VIII DPR RI sekaligus anggota Timwas, Marwan Dasopang, secara khusus mengkritik penggunaan bus Shalawat dan bus sekolah untuk mengangkut jemaah menjelang puncak haji.
“Ya, kita tentu kecewa. Bus yang digunakan itu tidak seperti yang kita putuskan, yaitu bus masyarakat. Bukan bus sekolah, bukan pula bus Shalawat,” tegas Marwan dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa pihaknya menemukan fakta masih adanya jemaah yang menggunakan armada bus Shalawat dan sekolah untuk menuju Arafah. Padahal sebelumnya telah ditegaskan bahwa layanan transportasi untuk perjalanan ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) harus menggunakan bus Masyair, yakni kendaraan khusus yang dipersiapkan untuk fase puncak haji.
Menurut Marwan, meski dari sisi teknis bus-bus tersebut masih mampu membawa jemaah dengan aman, tetapi penggunaan armada yang tidak sesuai peruntukannya perlu dikaji ulang, terutama dari sisi kenyamanan dan kesiapan.
“Ini jadi bahan evaluasi. Kok bisa bus sekolah dan bus Shalawat masih digunakan untuk mengangkut jemaah ke Arafah? Padahal mereka seharusnya mendapat layanan dari bus khusus,” ujar politikus Fraksi PKB itu.
Sebagai informasi, bus Shalawat dan bus Masyair memiliki perbedaan mendasar dalam hal fungsi, rute, dan jadwal operasional. Bus Shalawat dioperasikan untuk mengantar jemaah dari hotel ke Masjidil Haram dan sebaliknya selama periode ibadah haji reguler, dan beroperasi selama 24 jam.
Sementara itu, bus Masyair diperuntukkan khusus untuk mengangkut jemaah pada saat puncak ibadah haji, meliputi perjalanan dari Makkah menuju Arafah, dilanjutkan ke Muzdalifah, lalu ke Mina, dan kembali lagi ke Makkah.
Marwan menekankan pentingnya menjalankan skema yang telah disusun dan disepakati antara pemerintah dan pihak penyedia layanan transportasi. Ia menilai penggunaan armada di luar bus Masyair merupakan indikasi lemahnya pengawasan teknis di lapangan.
“Kami minta ini jadi perhatian serius. Jemaah berhak mendapatkan pelayanan terbaik, apalagi pada fase paling krusial dalam ibadah haji,” pungkasnya. (red)