LEBAK – Paguyuban Nelayan Kabupaten Lebak mendesak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten segera mengambil langkah tegas terhadap semakin sempitnya zona tangkap nelayan lokal, terutama di wilayah Lebak Selatan, Senin (10/3/2025).

Mereka menyoroti dua permasalahan utama, yakni keberadaan kapal niaga di perairan ujung Bayah hingga Binuangeun yang mengganggu aktivitas nelayan, serta alat tangkap jodang tanam yang digunakan oleh nelayan pendatang untuk mencari benih bening lobster (BBL).

Sekretaris Jenderal Paguyuban Nelayan Kabupaten Lebak, Uchan menegaskan bahwa aktivitas kapal niaga yang menuju pabrik semen di Bayah sering kali merusak alat tangkap nelayan lokal.

Bahkan, beberapa insiden tabrakan kapal nelayan dengan kapal niaga juga telah terjadi. Sementara itu, penggunaan jodang tanam oleh nelayan dari luar Banten semakin mempersempit ruang gerak nelayan lokal dalam mencari ikan.

“Kami meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten untuk turun tangan menertibkan kondisi ini. Jika mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) RI No. 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, pasal 2 poin ke-6, 7, dan 8 disebutkan bahwa penangkapan Benih Bening Lobster (BBL) hanya boleh dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dan telah mendapatkan persetujuan dari dinas provinsi berdasarkan rekomendasi dinas kabupaten/kota. Selain itu, nelayan kecil wajib memiliki perizinan berusaha serta menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan,” ujar Uchan.

Paguyuban Nelayan Kabupaten Lebak juga mendorong adanya audiensi dengan KKP Provinsi Banten untuk membahas berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Salah satunya terkait masuknya kapal niaga ke dalam zona tangkap nelayan kecil, yang tidak hanya merusak jaring dan alat tangkap lainnya, tetapi juga membahayakan keselamatan nelayan lokal.

Dalam konteks regulasi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT), Pasal 1 poin 7, secara jelas menyebutkan bahwa nelayan lokal adalah mereka yang berdomisili di provinsi zona penangkapan ikan terukur sesuai dengan kartu tanda penduduk atau surat keterangan domisili dan diperbolehkan menangkap ikan di wilayah perairan hingga 12 mil laut dari garis pantai.

“Pemerintah telah menetapkan pembagian zona tangkap perairan untuk menjaga keberlanjutan stok ikan, mendukung program Penangkapan Ikan Terukur (PIT), serta membantu nelayan menjalankan aktivitasnya secara tertib. Namun, jika regulasi ini tidak ditegakkan dengan baik, maka nelayan lokal akan terus mengalami kesulitan,” ungkap Uchan.

Dengan adanya desakan ini, diharapkan pemerintah daerah segera merespons dan mengambil tindakan konkret agar kesejahteraan nelayan lokal tetap terjaga serta keberlanjutan sumber daya laut dapat dipertahankan. (red)

jasa pembuatan website